Silaturakhmi Perempuan Berkebaya Indonesia Jakarta di Hari Batik Nasional

Jakarta, aquilanews.net – Perempuan Berkebaya Indonesia Jakarta (PBIJ) menggelar acara silaturahmi sesama anggota Batik Perempuan Berkebaya Indonesia di Rumah Budaya Nusantara (RBN) “Puspo Budoyo”,  Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Selasa,(28/9/2021).  Perayaan Peringatan Hari Batik Nasional 2 Oktober menurut Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia, Nuniek Restu Wilujeng sebagai peran serta dan kepedulian perempuan terhadap warisan kebudayaan Nusantara.

Hari Batik Nasional diperingati setiap 2 Oktober, karena pada tanggal tersebut UNESCO menetapkan batik sebagai  Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Penetapan ini sekaligus menjadi pengakuan bahwa batik merupakan budaya asli Indonesia.

“Kami perkumpulan Perempuan Berkebaya Indonesia Jakarta PBIJ mempunyai visi misi untuk turut serta melaksanakan, pelestarian budaya leluhur Indonesia, Khususnya dalam melestarikan berbusana kebaya dan wastra Nusantara.” kata Nuniek.

See also  PGLII Mengecam Keras Tindakan Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar

Nuniek menuturkan bahwa PBI awalnya dibentuk pada tahun 2014. Ada 1000 lebih anggota seluruh Indonesia yaitu dari Bali, Jogyakarta, Ambarawa, Pekalongan, Bogor, Banten, Jakarta, Sumut dan Sumbar. Sementara PBI Jakarta sendiri baru dibentuk 13 Maret 2021.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen PBI Jakarta Desy Ayu Windiaty mengatakan PBIJ akan memperjuangkan agar ada Hari Kebaya Nasional.  “PBI akan memperjuangkan agar ada Hari Kebaya Nasional, kalau Hari Batik Nasional kan sudah ada,” kata Desi. Kebaya dikenal sebagai pakaian tradisional yang identik dengan wanita asal Jawa. Namun, seiring perkembangan jaman, kebaya kini bisa dikenakan oleh perempuan Indonesia. “Kebaya dan Batik tidak bisa dipisahkan sebagai warisan budaya nusantara.”

Selain itu, sambung Desy Ayu Windiaty tidak berlebihan jika PBIJ juga akan mengajukan ke UNESCO agar kebaya diakui sebagai warisan budaya Indonesia.

See also  Paus Fransiskus, Semoga Tidak Ada Yang Dianggap Warga Negara Kelas Dua

Hesti Satya dalam kesempatan ini memperkenalkan Batik Pesisir. “Saya tiap hari bergelut dengan batik, kalau saya stress saya pegang batik,” ungkap Hesti. Hesti berharap semua anggota PBIJ ini pandai membatik. Selaku pecinta dan kolektor batik khususnya batik tulis, Hesti  memperkenalkan batik Betawi (Batik Nona Jakarta) batik Bekasi, Batik Cirebon, batik halusan, Batik Garut yang dikenal dengan ciri khas “Merak Ngibing.”

Menurut Hesti, batik Brebes dan Tegal hampir sama. Dalam catatan sejarah Batik Brebes atau lebih dikenal dengan sebutan Batik Brebesan atau Batik Salem sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dikenal dengan keunikan motif batik Tumbar Bolong, merupakan jenis motif bangjo yaitu motif batik yang lebih menggunakan warna merah, kuning, coklat, biru, dan hijau. Motif ini batik Brebes dan Tegal ini mendapat pengaruh pesisiran.

See also  Kasus MK dan YW: Momentum Pelembagaan Pemidanaan Hasutan dan Kebencian

“Batik itu mahal. Batik tulis itu mahal tergantung centingnya, semakin penuh konsentrasi pengerjaannya, semakin mahal,” Hesti menganjurkan untuk tidak membeli batik pabrik tapi mulai sekarang membiasakan beli batik tulis.”

Tak selesai begitu saja, Hesti juga menjelaskan motif-motif batik lainnya. Misal Batik Wonogiri, “Hanya ada di satu desa. Perempuan-perempuan pesisir Wonogiri itu pekerja keras.” Atau, lanjut Hesti lagi, “Batik Gentongan dari Madura,  dibuat 2 tahun dan memakai pewarna alami, bisa berhari-hari untuk menemukan warna yang dinginkan.” Selain 3 bulan sekali diangin-angin, sifat batik yang rapuh jangan terlalu kena matahari dan jangan disetrika.” [RA]

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*