Ketum PGI Mengikuti Pertemuan Presiden dengan Tokoh Agama di Istana Negara

Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th.

Gomar juga menyinggung tentang kesenjangan antar wilayah menyangkut akses vaksinasi ini, khususnya di daerah terpencil dan daerah timur Indonesia. “Secara khusus saya memohon perhatian Bapak Presiden atas wilayah Papua. Banyak penduduk menolak vaksinasi karena vaksinatornya dari TNI dan Polri. Masalah Papua ini selalu berlapis, vaksin pun bisa diseret dan diinterpretasikan ke hal-hal lainnya. Terkait hal ini, saya mengusulkan agar vaksinator di Papua sebaiknya dilakukan oleh nakes non TNI dan Polri. Jika tenaga kurang, gereja-gereja siap memambatu mengirimkan relawan. TNI dan Polri dapat menopang dari belakang”

Gomar juga meminta perhatian bersama akan gonjang-ganjing politik yang tidak perlu yang diakibatkan oleh syahwat politik yang tinggi dari para elit politik yang sudah tak sabar dengan Pileg dan pilpres 2024. Gomar meminta agar semua konsentrasi bahu membahu mengatasi pandemic dan tidak menggunakan pandemi ini sebagai ajang untuk panggung kontestasi politik.

See also  PGI : Bersikap Bijaksana dan Adil Terhadap Masalah Penghinaan Agama

Ketua Presidium KWI, MgrIgnatius Suharyo, juga menyampaikan apresiasi atas penanganan pandemi oleh pemerintah. “Kami dari gereja Katolik selalu menekankan Kebaikan Bersama, yang mencakup dua hal: cinta tanah air dan peduli. Peduli ini adalah watak dasar masyarakat Indonesia, dan ini menjadi modal dasar untuk membangun Indonesia, termasuk menghadapi pandemic dengan protokol Kesehatan.”

Hal lain yang disampaikan oleh Kardinal Suharyo adalah perlunya vaksinasi keliling untuk menjangkau masyarakat yang kesulitan akses vaksinasi karena ketiadaan KTP. “Seperti yang segera akan kami lakukan di Bantar Gebang, dengan vaksinasi keliling, diharapkan mampu menjangkau mereka yang tidak memiliki KTP”, demikian Kardnial Suharyo.

Terkait dengan rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur, hamper semua yang hadir mendukung rencana tersebut. Jakarta dengan beragam problematiknya dipahami sama sebagai tidak mendukung untuk menjadi ibukota negara yang layak di masa depan, apalagi dengan ancaman terkait masalah lingkungan hidup.

See also  PGLII Mengecam Keras Tindakan Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar

Hanya saja beberapa peserta memberikan beberapa catatan, antara lain, Abdul Mukti melihat perlunya memperhatikan faktor timing atau waktu yang tepat. Menurutnya masa pandemi ini masih belum tepat saatnya untuk itu. Sementara Pdt Gomar Gultom menyebutkan perlunya memberi perhatian khusus kepada penduduk lokal agar tidak menjadi sekedar penonton apalagi terpinggirkan dari proses pembangunan ibukota negara ini. “Sebaiknya kita belajar dari pembanagunan Jakarta yang meminggirkan orang-orang Betawi”, kata Gomar.

Mengakhiri pertemuan ini, Presiden menyampaikan beberapa hal:
1. Pemerintah akan selalu mendengar dari berbagai sisi agar ada keseimbangan atau equilibrium dalam mengambil kebijakan menghadapi pandemi ini, misalnya antara pengusaha dan epidemiolog.
2. Mendekati Maulid Nabi, Natal dan Tahun Baru, Presiden meminta agar terus mengingatkan umat untuk mematuhi protocol Kesehatan.
3. Penentuan pandemic ke endemi membutuhkan transisi, dengan syarat positivity rate 5%. Saat ini kita masih 12% dan khusus Jakarta 8%. Sebelumnya Indonesia sempat 35%.
4. Tentang Ibukota Negara, pemerintah tidak ngoyo, tetapi perlu dimulai tahapannya. Brasil memerlukan waktu 20 tahun dan Putra Jaya 4,5 tahun. Tentu kita tidak perlu tergesa-gesa di masa pandemic ini, tetapi upaya ini juga akan menaikkan geliat ekonomi.
5. Semua yang kita capai sekarang adalah karena kita semua bekerja.

See also  Penginjil Internasional Luis Palau Meninggal Pada Usia 86 Tahun

 

(Pdt Gomar Gultom M.Th., Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*